Tiga Mantan Pejabat BTN BSD Diseret ke Sidang Korupsi KUR Fiktif Rp13,9 Miliar

Aci
Jumat 12 Desember 2025, 13:55 WIB
Persidangan terkait dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif dengan nilai kerugian negara mencapai Rp13,9 miliar. (Sumber : Istimewa)

Persidangan terkait dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif dengan nilai kerugian negara mencapai Rp13,9 miliar. (Sumber : Istimewa)

Labviral.com - Tiga mantan pejabat PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Kantor Cabang Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan, mulai menjalani persidangan terkait dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif dengan nilai kerugian negara mencapai Rp13,9 miliar.

Sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang pada Rabu, 10 Desember 2025.

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, Fajar Gigih Wibowo bersama Ayu Retno dan Andri Hartanto, membacakan dakwaan terhadap tiga terdakwa.

Mereka adalah Mohamad Ridwan yang saat itu menjabat sebagai Junior Kredit Program BTN BSD, Hadeli selaku Branch Manager BTN BSD, dan Galih Satria Permadi yang menduduki posisi SME & Credit Program Unit Head.

Jaksa menyampaikan bahwa para terdakwa diduga bekerja sama memproses pengajuan kredit yang secara administratif tidak memenuhi persyaratan. Pengajuan KUR tersebut direkayasa dengan menggunakan nama 36 debitur tanpa sepengetahuan pemilik identitas. Seluruh proses pengajuan dibuat seolah-olah sah, padahal dokumen dan syarat kredit tidak pernah terpenuhi.

Dana hasil pencairan yang seharusnya diterima oleh para debitur justru dialirkan ke rekening pribadi pihak ketiga yang menjadi perantara, sebelum akhirnya digunakan untuk kepentingan para terdakwa.

Dari temuan jaksa, Mohamad Ridwan disebut menerima keuntungan sebesar Rp2,7 miliar, Hadeli Rp9,7 miliar, dan Galih Satria Permadi Rp1,3 miliar. Akibatnya, BTN mengalami kerugian senilai Rp13,97 miliar.

Kasus ini bermula pada September 2022, ketika pengajuan KUR dengan total pencairan sekitar Rp14,7 miliar diproses dan disetujui. Praktik tersebut baru terungkap setahun kemudian, tepatnya pada 22 November 2023, setelah seorang debitur mengajukan keberatan karena tercatat mengajukan kredit Rp500 juta yang sebenarnya tidak pernah ia ajukan.

Dalam dakwaan, jaksa memaparkan bahwa skema korupsi dilakukan melalui proses kredit yang tidak memenuhi ketentuan, pengajuan KUR fiktif yang sepenuhnya direkayasa, serta aliran dana melalui rekening pihak ketiga untuk menyamarkan tujuan penggunaan. Perbuatan tersebut dinilai memenuhi unsur pelanggaran Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Para terdakwa memilih untuk tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan. Majelis hakim kemudian menunda persidangan dan menjadwalkan pemeriksaan saksi dari pihak jaksa pada pekan berikutnya.

Follow Berita LABVIRAL di Google News
Berita Terkait Berita Terkini