Kemen PPPA Dorong Suara Anak Jadi Bagian Strategis dalam Pembangunan Nasional

Aryafdillahi HS
Senin 30 Juni 2025, 15:27 WIB
Kemen PPPA Dorong Suara Anak Jadi Bagian Strategis dalam Pembangunan Nasional (Sumber : Dok Kementerian PPPA)

Kemen PPPA Dorong Suara Anak Jadi Bagian Strategis dalam Pembangunan Nasional (Sumber : Dok Kementerian PPPA)

LABVIRAL.COM – Menjelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 yang jatuh setiap 23 Juli, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) kembali mengadakan Lokakarya Forum Anak Nasional sebagai langkah mendorong partisipasi anak dalam proses pembangunan berkelanjutan. Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak Wilayah I, Devy Nia Pradhika menekankan pentingnya ruang bagi anak untuk menyampaikan suara dan aspirasi mereka.

“Jelang peringatan HAN 2025, Kemen PPPA tengah menyiapkan berbagai rangkaian kegiatan, salah satunya adalah penyusunan dan pembacaan Suara Anak Indonesia (SAI), yang berfungsi sebagai representasi aspirasi, kebutuhan, dan harapan anak-anak terhadap isu pemenuhan hak serta perlindungan khusus anak. Proses penyusunan SAI dilakukan melalui penjaringan aspirasi dari anak-anak di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari desa hingga provinsi, dengan dukungan alat bantu Kanvas Suara Anak agar prosesnya lebih sistematis dan inklusif,” ujar Devy, pada Sabtu (28/6).

Devy menegaskan bahwa partisipasi anak bukan sekadar bentuk simbolis, melainkan hak yang dijamin undang-undang dan wajib ditindaklanjuti dalam kebijakan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun daerah. Menurutnya, pembangunan berkelanjutan tidak akan optimal tanpa melibatkan suara anak dalam setiap pengambilan keputusan.

Baca Juga: Persaingan Ketat, Ribuan Peserta Berebut Beasiswa BIB Kemenag 2025

Lebih lanjut, Devy menyampaikan bahwa perlindungan terhadap anak merupakan pilar penting dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang unggul. Dalam RPJMN 2025–2029, peningkatan kualitas anak menjadi salah satu indikator utama untuk mewujudkan daya saing bangsa yang lebih kuat.

“Sebagai bagian dari upaya konkret perlindungan anak, pemerintah telah menetapkan kerangka hukum melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 23 Tahun 2002. Undang-undang ini menegaskan hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, bebas dari kekerasan dan eksploitasi, serta mendapatkan akses setara terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan,” kata Devy.

Ia juga menyatakan bahwa anak-anak harus dipandang sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai penerima manfaat. Oleh karena itu, pemenuhan hak anak perlu dimasukkan secara utuh dalam kebijakan nasional untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik.

Baca Juga: Sekolah Rakyat Sentra Handayani Siap Diluncurkan, Tiga Menteri Lakukan Tinjauan

“Kami mengajak seluruh pihak untuk terus mendorong keterlibatan aktif anak dalam proses pembangunan. Kami berharap melalui kegiatan lokakarya ini, anak-anak dapat memahami arti penting partisipasi dan mulai menyusun Suara Anak Indonesia yang relevan dan berdampak bagi pengambilan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan mereka. Mari kita wujudkan pembangunan yang berpihak pada kepentingan terbaik anak demi masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkas Devy.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum menambahkan bahwa suara anak adalah komponen penting dalam perencanaan pembangunan. “Kami mendorong agar anak tidak lagi sekadar menjadi penerima manfaat, melainkan subjek aktif yang terlibat langsung dalam proses pembangunan. Lebih dari sekadar formalitas, partisipasi anak harus bermakna. Anak memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, dan hal ini dijamin oleh undang-undang. Kami mendorong anak-anak untuk menjadi komunikator, supervisor, atau bahkan agen perubahan yang membawa dampak nyata,” ujar Woro.

Perencana Ahli Madya dari Bappenas, Yosi Diani Tresna, juga menyoroti tantangan yang masih dihadapi anak-anak Indonesia, seperti kurangnya akses terhadap akta kelahiran, sanitasi layak, stunting, putus sekolah, hingga masalah kesehatan mental dan kekerasan. Ia menyebut partisipasi anak sebagai indikator kunci dalam Indeks Perlindungan Anak yang akan menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan nasional yang ramah anak.***

Follow Berita LABVIRAL di Google News
Halaman :
Berita Terkait Berita Terkini