LABVIRAL.COM – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengecam keras praktik perkawinan anak yang terjadi di Lombok Tengah, NTB. Pernikahan antara anak laki-laki 17 tahun dan perempuan 15 tahun itu dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hak anak.
“Menikahkan anak berarti merampas hak atas pendidikan, perlindungan, dan tumbuh kembang yang layak. Ini tidak bisa dibenarkan, bahkan dengan alasan budaya,” tegas Menteri PPPA, Jumat (30/5/2025).
Ia menegaskan bahwa batas usia minimal menikah di Indonesia adalah 19 tahun, sesuai UU No. 16 Tahun 2019. Praktik menikahkan anak juga bisa dijerat sanksi hukum, termasuk sebagai bentuk kekerasan seksual menurut UU TPKS.
Baca Juga: Tingkatkan Kesejahteraan Mustahik, BAZNAS Luncurkan Program Z-Auto dan BMM di Sumbar
Menteri PPPA menyoroti dampak negatif perkawinan anak, seperti putus sekolah, stunting, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Ia menyebut bahwa persoalan ini bukan masalah pribadi, tapi isu sosial dan pembangunan nasional.
Ia mengapresiasi upaya aparat desa dan masyarakat yang telah berusaha mencegah pernikahan tersebut. “Ini menunjukkan pentingnya pencegahan sejak dini dan edukasi ke keluarga,” ujarnya.
Kementerian PPPA juga mengajak anak-anak di NTB untuk aktif menyuarakan hak mereka dan ikut serta dalam mendorong wilayah bebas perkawinan anak.
Baca Juga: Orangtua Siswa Sekolah Rakyat Akan Diberdayakan, Gus Ipul: Agar Bisa Bangkit dan Mandiri
Masyarakat yang mengetahui praktik kekerasan atau perkawinan anak didorong untuk melapor ke UPTD PPA, kepolisian, atau melalui hotline SAPA 129 dan WhatsApp 08111-129-129. ***