LABVIRAL.COM – Bansos hanya sementara, tapi pemberdayaan bisa selamanya. Prinsip ini menjadi nyata di Kulon Progo, Yogyakarta, saat para penerima bantuan sosial bersiap graduasi dengan keterampilan mengolah pelepah pisang menjadi kerajinan bernilai jual.
Lewat pelatihan intensif bersama instruktur profesional, warga belajar membuat produk seperti tas, keranjang, dan kertas dari pelepah pisang kering. Tak hanya dibekali keterampilan, mereka juga dibantu akses pasar agar hasil produksinya bisa langsung dijual.
“Kami tidak datang membawa solusi instan. Kami mulai dari asesmen, melihat potensi lokal, lalu menjalin kemitraan dengan pihak yang siap membersamai. Di Kulon Progo, kami temukan warga yang antusias dan mitra usaha yang punya komitmen kuat untuk membeli produk hasil kerajinan mereka,” ujar Direktur Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dan Kewirausahaan Sosial, I Ketut Supena, Kamis (3/7/2025).
Baca Juga: Jelang Kepulangan, Jemaah Haji Diminta Tertib Soal Barang Bawaan di Kabin dan Bagasi
Kegiatan yang digelar di balai Desa Kembang, Kecamatan Nanggulan ini diikuti lebih dari 50 keluarga penerima manfaat (KPM). Di hadapan mereka, pelepah pisang yang sebelumnya dianggap limbah kini menjelma menjadi sumber harapan.
Di bawah tema “Kolaborasi Pemberdayaan bagi Kelompok Rentan,” kegiatan ini menunjukkan pergeseran pendekatan dari bantuan langsung menuju pemberdayaan berbasis potensi lokal. Program digelar oleh Kementerian Sosial RI bekerja sama dengan Yayasan Kumala dan Murakabi Craft, pelaku usaha sosial ramah lingkungan.
Pemilihan pelepah pisang sebagai bahan utama pun bukan tanpa alasan. Ketut Supena menyebut limbah ini simbol dari potensi tersembunyi yang bisa diangkat menjadi sumber kehidupan jika dikelola secara tepat.
Baca Juga: Kemensos Gandeng PPATK untuk Awasi Penyaluran Bansos Agar Lebih Tepat Sasaran
Peserta merupakan penerima PKH dan bansos sembako yang sedang dipersiapkan untuk graduasi. Mereka dibekali tidak hanya keterampilan teknis, tapi juga pemahaman pasar, desain, dan motivasi kewirausahaan.
Salah satu momen berkesan datang dari Sutini, ibu rumah tangga peserta pelatihan yang menunjukkan keranjang anyaman pertamanya. “Saya bangga, ini pertama kali saya bikin dan langsung dibeli!,” ujarnya sambil tersenyum.
Beberapa peserta lainnya mengaku bisa menyelesaikan hingga 10 kerajinan per hari, dengan harga Rp70.000 per buah. Sementara itu, lembaran kertas pelepah pisang dihargai Rp5.000–Rp8.000 tergantung ukuran.
Baca Juga: Hadapi Tantangan Global, Kemenag Dorong Kerukunan Melalui Pendekatan Lintas Disiplin
Murakabi Craft berperan tak hanya sebagai pelatih, tapi juga pembeli dan mitra pemasaran. “Kami percaya bahwa limbah organik punya potensi ekonomi luar biasa. Kami tidak ingin warga hanya belajar, tapi juga langsung mendapatkan penghasilan,” ujar Othman, manajer pemasaran Murakabi Craft.
Pola ini juga sudah diterapkan di Lumajang, Jawa Timur, yang kini memproduksi tali dari pelepah pisang dan berhasil menurunkan pengangguran serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam ekonomi rumah tangga.
Menurut penelitian Page dan Czuba (1999), pemberdayaan adalah proses partisipatif untuk meningkatkan kontrol individu atas hidupnya. Hal ini ditegaskan pula dalam studi Herdiana dkk. (2020) yang menyatakan bahwa dukungan keluarga dan sosial menjadi kunci dalam mengatasi kerentanan sosial.
Baca Juga: BNPB Dorong Kolaborasi Dana Penanggulangan Bencana Lewat Bimtek Lintas Kementerian
Kemensos melibatkan berbagai pihak termasuk pendamping PKH, TKSK, relawan, dan pekerja sosial sejak awal asesmen hingga pasca pelatihan. Model ini terbukti efektif dan dapat direplikasi di wilayah lain.
“Kami ingin masyarakat melihat bahwa di sekitar mereka ada peluang ekonomi. Bukan sekadar menunggu bantuan, tapi menciptakan nilai. Itulah arah transformasi Kemensos hari ini,” tutup Supena.***