LABVIRAL.COM — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar Sidang Majelis Komisi Penilaian Menyeluruh atas dugaan keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham PT Tokopedia oleh TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd. pada Selasa, 22 Juli 2025, di kantor KPPU Jakarta.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Rhido Jusmadi, bersama anggota M. Noor Rofieq dan M. Fanshurullah Asa, diawali dengan pembacaan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) oleh investigator. Dalam laporan tersebut, TikTok diduga terlambat menyampaikan notifikasi akuisisi selama 88 hari kerja.
Sebelumnya, pada 17 Juni 2025, KPPU telah mengeluarkan Penetapan Persetujuan Bersyarat atas transaksi ini setelah TikTok dan Tokopedia menyetujui syarat-syarat yang diajukan oleh KPPU. Penilaian menyeluruh itu bertujuan untuk menilai apakah akuisisi berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU No. 5/1999.
Baca Juga: Dorong UMKM Naik Kelas, Mendag Ajak Manfaatkan Sistem Lisensi dan Waralaba
Namun, sidang kali ini berbeda. Fokusnya adalah pada dugaan pelanggaran Pasal 29 UU No. 5/1999, terkait keterlambatan notifikasi. Transaksi akuisisi ini sendiri menjadikan TikTok sebagai pemilik 75,01% saham Tokopedia, sedangkan sisanya 24,99% tetap dimiliki PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk.
Tanggal efektif yuridis akuisisi tercatat 31 Januari 2024. Artinya, batas waktu penyampaian notifikasi ke KPPU adalah 19 Maret 2024. Pada tanggal tersebut, memang ada pemberitahuan yang masuk ke KPPU, namun bukan dari pihak pengakuisisi. Akibatnya, pada 7 Agustus 2024, notifikasi tersebut dibatalkan oleh Rapat Komisi karena dianggap tidak sah.
"Proses penyelidikan pun dimulai sejak 8 Agustus 2024," ungkap KPPU.
Baca Juga: BP Batam Paparkan Hasil Studi Kelayakan Jalur RORO Batam–Johor dalam Forum Strategis
Berdasarkan Pasal 46 ayat 5 huruf (a) Peraturan KPPU No. 3/2023, keterlambatan dihitung sejak lewatnya batas waktu penyampaian notifikasi hingga dimulainya proses penyelidikan. Dengan demikian, investigator menilai ada keterlambatan selama 88 hari kerja, yang diduga melanggar Pasal 29 UU No. 5/1999 jo. Pasal 55 PP No. 57 Tahun 2010.