Program Pendidikan Ala Barak Militer di Jabar Disorot KPAI, Dinilai Langgar Prinsip Perlindungan Anak

Zahwa Elia Azzahra
Jumat 16 Mei 2025, 11:33 WIB
Puluhan siswa SMP di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berjalan menuju barak militer di markas Yonif Raider 300 Cianjur, Jawa Barat, Selasa (6/5/2025) untuk menjalani pendidikan karakter selama dua pekan. (Sumber : Kompas.com)

Puluhan siswa SMP di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berjalan menuju barak militer di markas Yonif Raider 300 Cianjur, Jawa Barat, Selasa (6/5/2025) untuk menjalani pendidikan karakter selama dua pekan. (Sumber : Kompas.com)

LABVIRAL.COM – Program Pendidikan Karakter Panca Waluya yang dijalankan di barak militer di Jawa Barat menuai perhatian serius dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Program yang mulai dilaksanakan sejak awal Mei 2025 itu dinilai memiliki potensi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar perlindungan anak.

KPAI menyoroti bahwa pendekatan militer dalam mendidik anak-anak yang disebut memiliki perilaku menyimpang, seperti terlibat tawuran atau kebut-kebutan di jalan, berisiko menimbulkan stigma negatif. Labelisasi sebagai “anak nakal” disebut tidak sejalan dengan semangat pendidikan yang inklusif dan ramah anak.

“Program seperti ini harus mengedepankan prinsip non-diskriminasi dan memastikan hak anak untuk didengar, tumbuh, dan berkembang dengan baik,” ujar Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah dalam konferensi pers daring pada Jumat, 16 Mei 2025.

Program ini merupakan bagian dari pelaksanaan Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan diperkuat dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/Kesra. Anak-anak dengan perilaku tertentu ditempatkan di fasilitas pelatihan militer sebagai bagian dari pembinaan, dengan melibatkan sinergi antara pemerintah daerah, TNI, dan Polri.

KPAI melakukan inspeksi langsung ke dua lokasi pelaksanaan, yakni Barak Resimen 1 Sthira Yudha di Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi di Cikole, Kabupaten Bandung Barat. Tim pengawas turut berdialog dengan berbagai pihak, termasuk perwakilan Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, organisasi kepala sekolah, hingga para peserta didik.

Dalam pengamatannya, KPAI menemukan sejumlah potensi risiko yang perlu dievaluasi lebih lanjut. Ai Maryati menegaskan bahwa model pendidikan yang menekankan pada pendekatan disiplin keras bisa berdampak negatif jika tidak dibarengi dengan dukungan emosional dan lingkungan keluarga yang mendukung.

“Pendidikan karakter tidak bisa dipaksakan hanya dengan kedisiplinan bergaya militer. Harus ada keterlibatan keluarga dan komunitas dalam membentuk ekosistem perlindungan anak yang sehat,” tambahnya.[]

Follow Berita LABVIRAL di Google News
Berita Terkait Berita Terkini