Pesantren Salafiyah Kauman Gagas Kurikulum Hijau Berbasis Ekoteologi dan Fiqh Lingkungan

Aryafdillahi HS
Sabtu 14 Juni 2025, 13:16 WIB
Pesantren Salafiyah Kauman Gagas Kurikulum Hijau Berbasis Ekoteologi dan Fiqh Lingkungan (Sumber : Dok. Kemenag)

Pesantren Salafiyah Kauman Gagas Kurikulum Hijau Berbasis Ekoteologi dan Fiqh Lingkungan (Sumber : Dok. Kemenag)

LABVIRAL.COM – Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang bersama Himpunan Keluarga Alumni (HIKMAH) menggagas penguatan kurikulum hijau melalui pendekatan ekoteologi dan fiqh al-bi’ah (fiqh lingkungan). Gagasan ini disampaikan dalam Halaqoh Alumni bertema “Ekoteologi dan Fiqh Al-Bi’ah: Merintis Kurikulum Hijau di Pesantren” yang digelar pada Jumat (13/6/2025) di komplek pesantren, Pemalang, Jawa Tengah.

Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh, seperti Kasubdit Pendidikan Ma’had Aly Kemenag RI sekaligus Ketua Umum HIKMAH Mahrus El Mawa, Guru Besar UIN Jakarta Khamami Zada, Kepala Kemenag Pemalang Sarif Hidayat, serta perwakilan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng, Sudirman. Diskusi dipandu oleh Fathudin Kalimas, Sekretaris Umum HIKMAH dan dosen UIN Jakarta.

Dalam pembukaannya, Sarif Hidayat menyatakan bahwa pesantren memiliki peran strategis dalam mendorong transformasi ekologis. “Nilai-nilai ekoteologi sejatinya telah hidup dalam tradisi pesantren dan filsafat Jawa, namun belum diarusutamakan. Sudah saatnya agama dijadikan kekuatan substantif untuk menjawab krisis lingkungan,” katanya. Ia juga menyoroti persoalan sampah di Pemalang dan mengajak pesantren untuk terlibat aktif dalam edukasi dan gerakan lingkungan.

Baca Juga: Wamen PPPA Dorong Isu Gender Terintegrasi dalam RPJMD 2025–2029

Sementara itu, Mahrus El Mawa menyampaikan bahwa ekoteologi merupakan salah satu dari delapan program strategis Kementerian Agama yang kini tengah dikembangkan. “Ekoteologi bukan sekadar program, tapi panggilan moral dan spiritual. Ini perlu dimanifestasikan dalam gerakan nyata, mulai dari penanaman pohon hingga pengelolaan sampah yang berkelanjutan,” ujarnya.

Senada dengan itu, Prof. Khamami Zada menjelaskan bahwa fiqh al-bi’ah tidak hanya membahas hukum lingkungan, tetapi juga menawarkan paradigma etis dan spiritual. “Fiqh al-Bi’ah adalah bagian dari perluasan maqashid al-syari’ah. Pesantren harus bisa menjadi episentrum perubahan ekologis yang menumbuhkan kesadaran menjaga bumi,” jelasnya. Ia juga menekankan perlunya pengelolaan air, energi, dan sampah secara bijak dalam kehidupan santri sehari-hari.

Dari sisi kebijakan lingkungan, Sudirman dari DLHK Provinsi Jateng mengungkapkan bahwa pemerintah membuka ruang kolaborasi dengan pesantren dalam hal konservasi dan pelestarian lingkungan. “Kami mengajak pesantren terlibat dalam program reboisasi, konservasi lahan, dan pelatihan ekonomi sirkular. Santri bisa menjadi agen perubahan di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Baca Juga: BAZNAS RI Apresiasi Polres Pelabuhan Makassar atas Penyerahan Hewan Kurban untuk Warga Prasejahtera

Fathudin Kalimas menutup halaqoh dengan menegaskan pentingnya peran pesantren dalam membangun kesadaran ekologis. “Pesantren bukan hanya tempat belajar kitab kuning, tapi juga harus jadi pusat gerakan sosial dan ekologis berbasis nilai-nilai Islam,” katanya.

Follow Berita LABVIRAL di Google News
Halaman :
Berita Terkait Berita Terkini