"Inilah saatnya membangkitkan kembali ekonomi kerakyatan yang berpijak pada kekuatan desa dan koperasi," ucap Wamenkop.
Ferry juga mengakui bahwa ketimpangan agraria dan pangan masih nyata hingga kini. Banyak petani belum memiliki lahan secara adil, sementara harga dan distribusi masih dikendalikan oleh segelintir pihak. "Ironisnya, desa sebagai produsen utama belum berdaulat atas hasilnya sendiri," ungkap Wamenkop.
Karena itu, ia menekankan bahwa Kopdes/Kel Merah Putih hadir untuk mengembalikan kontrol ekonomi ke tangan masyarakat desa. "Maka, Kopdes/Kel kita dorong untuk tidak hanya menjadi wadah usaha, melainkan alat transformasi rantai nilai," ucap Wamenkop.
Baca Juga: Kemendag Gandeng ERIA, Tingkatkan Kualitas Riset Demi Kebijakan Perdagangan yang Lebih Tajam
Ia menjelaskan bahwa melalui Kopdes/Kel Merah Putih, distribusi pupuk subsidi dapat dipangkas dari mata rantai panjang yang menyulitkan petani. Dengan jalur distribusi yang lebih pendek dan terkontrol, harga pupuk menjadi lebih murah, biaya produksi menurun, dan margin keuntungan petani meningkat. "Inilah bentuk nyata kedaulatan ekonomi petani," tegas Wamenkop.
Bahkan, lanjut Ferry, Kopdes/Kel Merah Putih juga dapat bermitra dengan unit penggilingan padi di tingkat desa agar petani tidak lagi bergantung pada tengkulak. "Inilah agenda besar kita, yaitu mengembalikan nilai tambah ke tangan produsen, yakni petani," ujar Wamenkop.***