“KPPU akan mengawasi proses pengadaan agar tidak hanya menguntungkan satu pihak saja, misalnya dengan penunjukan langsung satu pemasok tanpa proses yang terbuka,” ujar Ketua KPPU yang akrab disapa Ifan.
Ia juga menyoroti pentingnya kemitraan yang adil, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dalam konteks ini, KPPU akan memastikan kemitraan antara yayasan pengelola dapur SPPG dan pelaku usaha kecil dilakukan berdasarkan perjanjian yang tertulis dan seimbang, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Baca Juga: KPPU Wilayah III Hadiri Pemaparan BPS Jabar Terkait Data Kemiskinan Terbaru
KPPU menemukan sejumlah indikasi praktik yang perlu diawasi lebih lanjut, seperti penetapan pemasok tetap oleh yayasan tanpa kontrak yang jelas dan distribusi makanan yang hanya menjangkau radius 2 km, padahal seharusnya mampu menjangkau hingga 7 km.
Hal ini dapat membatasi akses sekolah-sekolah sasaran serta membuka peluang terjadinya ketimpangan dalam pelibatan pelaku usaha lokal, seperti petani, nelayan, dan UMKM.
“Sebagai program yang menggunakan anggaran negara, proses pengadaan MBG harus transparan, kompetitif, dan tidak diskriminatif,” tegas Ifan.
Baca Juga: PT Bukit Asam Masuk Daftar Perusahaan ASEAN dengan Tata Kelola Terbaik di ASEAN CGCA 2025
KPPU akan menginisiasi survei dan pemantauan lebih lanjut melalui kantor wilayah lainnya terkait implementasi Tim Verifikasi dan Tim Pengendalian Harga Bahan Baku dalam Program MBG. Langkah ini penting untuk memastikan bahwa semua pelaku usaha memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi, serta untuk mencegah potensi dominasi pasar oleh kelompok usaha besar.
“Program MBG harus menjadi momentum untuk mewujudkan ekonomi yang adil dan inklusif. KPPU hadir untuk memastikan tidak hanya gizi yang terpenuhi, tetapi juga persaingan yang sehat dan kesempatan usaha yang merata bagi seluruh elemen masyarakat,” tutup Ifan.***