Program Pendidikan Semi-Militer Jabar Dinilai Minim Pemahaman Perlindungan Anak

Zahwa Elia Azzahra
Jumat 16 Mei 2025, 11:41 WIB
Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (Sumber: KPAI)

Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (Sumber: KPAI)

LABVIRAL.COM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan indikasi serius dalam pelaksanaan program pendidikan semi-militer di Jawa Barat. Salah satu temuan utama adalah masih banyak pembina yang belum memahami prinsip dasar perlindungan anak (child safeguarding).

Program yang digagas sebagai bentuk pembinaan terhadap siswa dengan perilaku menyimpang ini digelar di lingkungan barak militer. Namun, menurut KPAI, pendekatan yang digunakan justru menyisakan sejumlah persoalan mendasar dalam aspek hak anak.

“Masih terdapat pembina yang belum menguasai prinsip dan protokol perlindungan anak,” ungkap Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, saat konferensi pers daring, Jumat (16/5/2025).

Pengawasan KPAI dilakukan langsung di dua titik pelaksanaan utama, yaitu Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha (Purwakarta) dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi (Lembang, Bandung Barat). Program ini menyasar peserta didik tingkat SMP dan SMA.

Jasra mengingatkan bahwa kurangnya pemahaman soal perlindungan anak bisa membuka peluang terjadinya pelanggaran hak. Hal ini bertentangan dengan amanat Undang-undang No. 35 Tahun 2014 dan PP No. 78 Tahun 2021 yang menegaskan pentingnya pendekatan yang mengedepankan hak-hak anak, khususnya dalam situasi pembinaan atau pendidikan khusus.

KPAI juga mencatat tidak adanya standar operasional prosedur yang menyeluruh, serta absennya kehadiran tenaga medis dan ahli gizi secara tetap di lokasi pelatihan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan aspek kesehatan dan kesejahteraan peserta.

Selain itu, ketimpangan tenaga profesional seperti psikolog, pekerja sosial, dan konselor pendidikan turut menjadi sorotan. Akibatnya, kebutuhan konseling yang semestinya menjadi bagian penting dari pendekatan pembinaan tidak dapat terpenuhi secara optimal.

“Tanpa kehadiran SDM profesional dan pemahaman menyeluruh dari para pembina, risiko terjadinya tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak menjadi sangat tinggi,” tegas Jasra.

KPAI mendorong agar program ini dievaluasi secara komprehensif, termasuk meninjau kembali keterlibatan pemerintah daerah provinsi sebagai penanggung jawab. Kolaborasi lintas sektor juga dinilai penting agar tujuan pendidikan karakter dapat tercapai tanpa mengorbankan hak dan keselamatan anak.

Follow Berita LABVIRAL di Google News
Berita Terkait Berita Terkini