Mufti juga membagikan dua ciri utama beras oplosan yang perlu diwaspadai konsumen. Pertama, beras campuran dengan bahan lain. Biasanya dilakukan untuk menekan biaya produksi. Contohnya, beras premium dicampur dengan beras murah. Jika tidak dicantumkan dalam label, maka ini tergolong penipuan konsumen. “Jika tidak ada keterangan komposisi yang jelas pada kemasan, ini juga termasuk pelanggaran etik dan hukum,” katanya.
Kedua, beras rusak yang dikilapkan. Ini adalah jenis beras oplosan paling berbahaya. Beras yang rusak karena jamur atau disimpan terlalu lama diproses ulang agar terlihat baru, dengan menambahkan pemutih atau pengawet yang tidak aman dikonsumsi.
Baca Juga: Kinerja KPPU Semester I 2025 Diuji di Tengah Tantangan Disrupsi dan Pemangkasan Anggaran
“Beras oplosan sangat berbahaya karena mengandung zat kimia berbahaya, seperti pemutih, pengawet, atau pewangi sintetis yang tidak cocok untuk konsumsi manusia,” jelas Mufti.
“Menurunkan daya tahan tubuh, serta mengganggu sistem pencernaan karena adanya jamur atau mikroorganisme yang berkembang dalam beras rusak. Berpotensi menyebabkan kerusakan hati dan ginjal jika dikonsumsi jangka panjang, terutama karena akumulasi zat toksik dari bahan tambahan berbahaya,” lanjutnya.
Mufti mengingatkan, keberadaan beras oplosan menuntut konsumen untuk lebih cermat dalam memilih produk. Mengenali ciri-cirinya, memahami bahayanya, serta menerapkan langkah pencegahan menjadi cara efektif melindungi diri dan keluarga dari ancaman pangan oplosan.***