Perselingkuhan, Kenapa Perempuan yang Selalu Salah?

Tim Redaksi Labviral
Jumat 14 April 2023, 18:29 WIB
Perselingkuhan, Kenapa Perempuan yang Selalu Salah? (FOTO: Freepik.com)

Perselingkuhan, Kenapa Perempuan yang Selalu Salah? (FOTO: Freepik.com)

LABVIRAL.COM - Perempuan selalu saja jadi pihak yang disalahkan dalam kasus perselingkuhan. Maka tidak heran jika istilah perebut laki orang alias pelakor.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), selingkuh memiliki arti sesuatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus terang hingga menyeleweng.

Arti lain dari perselingkuhan adalah sebuah kondisi, dimana satu pasangan yang terkait dalam pernikahan manyalurkan sumber-sumber emosi, seperti cinta romantis, waktu dan perhatian pada orang lain atau bahkan melakukan aktivitas seksual dengan orang lain selain pasangan sahnya.

Dilansir dari laman binus.ac.id, ada dua penyebab terjadinya perselingkuhan, yakni penyebab internal dan eksternal.

Baca Juga: Wanita Paling Rentan Selingkuh di Usia Berapa?

Penyebab Internal

Penyebab internal penyebab perselingkuhan seperti konflik dalam hubungan pernikahan yang tidak kunjung selesai, kekecewaan, ketidakpuasan dalam kehidupan seksual, masalah keuangan, persaingan antar pasangan dan kejenuhan.

Penyebab Eksternal

Lingkungan pergaulan menjadi salah satu faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan. Kedekatan dengan teman kantor di tempat kerja, misalnya, curhat mengenai sesuatu yang seharusnya masalah pribadi. Kesemua hal itu bisa mendorong seseorang untuk berselingkuh.

Baca Juga: 8 Cara Mengakhiri Perselingkuhan Sebelum Terlambat

Kenapa perempuan yang selalu disalahkan dalam kasus perselingkuhan?

Hingga kini, masyarakat pada umumnya selalu menyalahkan kaum perempuan dalam kasus perselingkuhan. Dalam kasus ini, perempuan disebut pelakor (perebut laki-laki orang).

Dalam penelitian yang dilakukan Jose (2018) istilah pelakor mengandung deskriminasi gender. Istilah pelakor menimbulkan pandangan bahwa jika setiap perempuan yang menjadi orang ketiga adalah seseorang yang berupaya merebut laki-laki orang.

Istilah pelakor juga dapat membebaskan laki-laki dari kesalahan di dalam kasus perselingkuhan dan masyarakat masih menganut sistem patriarki, yakni perempuan dinilai sebagai sosok yang lemah dan pantas untuk disalahkan.

Sementara itu, sebenarnya menyalahkan perempuan tidak adil dalam kasus perselingkuhan. Pasalnya, laki-laki juga turut ikut andil besar dalam hubungan terlarang itu. 

Baca Juga: 6 Alasan Pria Selingkuh dari Pasangannya, Sungguh Tega Banget!

Dekan Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Sumenep, Fathurrosyid mengungkapkan bahwa kesalahan itu tidak hanya dialamatkan kepada perempuan, laki-laki juga harus disalahkan dalam kasus tersebut.

"Yang ditonjolkan adalah perempuan. Ini cermin buruk menggunakan istilah pelakor. Karena di dalam ada 2 tersangkanya. Yang lebih miris lagi, akronim pelakor tambah populer saat ditulis, bahkan dijadikan film," ujarnya saat mengisi acara Indonesia Bisa dengan tajuk Isu-isu Pelakor dalam Sosiologi Tafsir.

Serupa dengan penelitian Jose, Fathurrosyid menilai bahwa latar belakang kasus ini berawal dari cara pandang masyarakat terhadap sikap patriarki, sehingga masyarakat cenderung menggunakan kekuatan laki-laki daripada perempuan. Sehingga perempuan selalu disalahkan dalam kasus ini.

"Bisa jadi karena interpretasi seseorang terhadap teks-teks keagamaan. Karena dalam sosiologi tafsir, perempuan bisa dilihat dari 2 aspek. Yakni, sebagai pemberi keindahan dan keresahan sosial," ujarnya sebagaimana dikutip dari NU Online.

"Berhubung yang paling dominan adalah laki-laki dan diperkuat dengan tradisi patriarki, maka perempuan selalu disalahkan," sambungnya.

Padahal, kata dia, yang paling dominan rusaknya rumah tangga orang ialah laki-laki. Hanya saja, perempuan yang selalu disalahkan saat ini. Ia menguraikan bahwa ada beberapa tafsir yang mengatakan bahwa laki-laki adalah sosok yang superior dan perempuan sosok inferior.

Baca Juga: 4 Tips Pulihkan Luka Perselingkuhan, Jangan Galau Terus!

Contohnya ialah dalam Surat Yusuf ayat 28. Ayat ini ditafsirkan ketika suami Zulaiha melihat pakaian Nabi Yusuf sobek di bagian depan, ini menandakan tipu daya perempuan. Kemudian, Surat An-Nisa' ayat 76 yang ditafsirkan adanya tipu daya setan yang lemah. 

Sehingga para mufassir memberikan pengertian bahwa tipu daya perempuan sangat besar daripada setan. Juga dalam Tafsir As-Samarqandi menyatakan, tipu daya setan bersifat imajinatif. Sementara perempuan konkrit di depan mata.

Selain itu, Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa kemampuan rasio laki-laki dalam berpikir akan jernih jika berada di samping perempuan. Menurutnya, apabila tafsir ini terus dikonsumsi oleh masyarakat, maka sosok perempuan menunjukkan keresahan.

Baca Juga: 5 Alasan Pembenar Orang Selingkuh dari Pasangannya

"Klaim yang ditodongkan pada selingkuhan, seakan-akan tidak menunjukkan kehebatan dalam mengabdi pada suami. Sementara selingkuhan dianggap sosok yang tak bermoral," jelasnya.

Fathorrosyid turut juga menyebutkan jika penggunaan istilah pelakor sebenarnya bertujuan untuk memberikan efek jera atau hukum sosial. Namun, belakangan ini, penggunaan istilah tersebut semakin rawan.

"Semestinya kaum laki-laki juga mendapatkan sanksi juga. Atau istilah ini diganti. Sebaliknya media masa yang terlibat dalam mempublikasikan permasalahan rumah tangga orang lain, memberikan keuntungan. Ini perlu dihentikan. Sedih jika perempuan selalu jadi korban," tandasnya.***

Follow Berita LABVIRAL di Google News
Halaman :
Berita Terkait Berita Terkini